JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH TARIKH
TASYRI’
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
Nama Lengkap : Yuni Sundari Fakultas
/ SMT. : Syari’ah / III
NPM. : 11.02.1750 Program
Studi :
Ahwal al-Syakhsiyah
1. Apa yang anda ketahui
tentang Tarikh Tasyri’ dan ruang lingkup kaajian apa yang dipelajarinya ?
JAWABAN :
a. Pengertian
Tarikh Tasyri’
Tarikh artinya
catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Lebih populer dan
sederhana diartikan sebagai sejarah atau riwayat. Sedangkan syariah adalah
peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah
kepada Nabi Muhammad saw untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu
keyakinan (aturan-aturan yang berkaitan dengan aqidah), perbuatan (ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan tindakan hukum seseorang) dan akhlak (tentang nilai baik dan buruk).
Sedangkan tasyri’ berarti
penetapan atau pemberlakuan syariat yang berlangsung sejak diutusnya Rasulullah
saw dan berakhir hingga wafat beliau. Namun para ulama kemudian memperluas
pembahasan tarikh (sejarah) tasyri’ sehingga mencakup pula perkembangan fiqh
Islami dan proses kodifikasinya serta ijtihad-ijtihad para ulama sepanjang
sejarah umat Islam. Oleh karena itu pembahasan tarikh tasyri’ dimulai sejak
pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw hingga masa kini.Tasyri' juga bermakna legislation, enactment of law, artinya
penetapan undang-undang dalam agama Islam. Kata Syariat secara
bahasa berarti al-utbah (lekuk liku lembah), dan maurid al- ma'i (sumber air) yang jernih untuk
diminum. Lalu kata ini digunakan untuk mengungkapkan al-thariqah
al-mustaqimah (jalan
yang lurus). Sumber air adalah tempat kehidupan dan keselamatan jiwa, begitu
pula dengan jalan yang lurus yang menunjuki manusia kepada kebaikan, di
dalamnya terdapat kehidupan dan kebebasan dari dahaga jiwa dan akal. Sebagaiman
firman Allah SWT dalam surat al-Jatsiah ayat 18 di atas. Juga
firman Allah SWT dalam surat al-Syura ayat 13. Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu
tentang agama apa yang Telah diwasiatkan- Nya kepada Nuh. Dan firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 48.….untuk tiap-tiap
umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang….Syari'ah adalah "law statute" artinya hukum yang telah ditetapkan dalam
agama Islam. Syariat menurut fuqaha’ berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah
SWT melalui Rasul untuk hamba-Nya agar mereka mentaati hukum ini atas dasar
iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliah atau disebut ibadah dan
muamalah atau yang berkaitan dengan akhlak. Menurut Muhammad Ali al-Tahanuwi, syariat adalah
hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para
Nabi atau Rasul, baik hukum yang berhubungan dengan amaliah atau aqidah.
Syariat disebut juga din
(agama) dan millah. Syari’ah Islamiyah didefinisikan
dengan “apa yang telah ditetapkan Allah Taala untuk hamba-hamba-Nya berupa
aqidah, ibadah, akhlaq, muamalat, dan sistem kehidupan yang mengatur hubungan
mereka dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama makhluk agar terwujud
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tarikh al-tasyri' menurut Muhammad Ali al-sayis adalah : "Ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan
(Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum
serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) ciri-ciri spesifikasi keadaan fuqaha’ dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”.
Menurut Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, tasyri' adalah pembentukan dan penetapan
perundang-undangan yang mengatur hukum perbuatan orang mukallaf dan hal-hal
yang terjadi tentang berbagai keputusan serta peristiwa yang terjadi dikalangan
mereka. Jika pembentukan undang-undang ini sumbernya dari Allah dengan
perantaraan Rasul dan kitab-kitabnya, maka hal itu dinamakan perundang-undangan
Allah (at-Tasyri'ul Ilahiyah). Sedangkan jika sumbernya datang dari
manusia baik secara individual maupun kolektif, maka hal itu dinamakan
perundang-undangan buatan manusia (at-Tasyri'ul
Wadh'iyah). Secara sederhana Tarikh Tasyri'adalah sejarah penetapan
hukum Islam yang dimulai dari zaman Nabi sampai sekarang.
b. Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’
Ruang lingkup tarikh tasyri Meliputi : 1.
Periodisasi hukum 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan ciri-ciri
spesifikasinya 3. Fuqaha’ dan mujtahid 4. Pemikiran para mujtahid serta sistem
pemikiran yang dipakai atau sistem istinbath. Pembahasan tarikh tasyri'
terbatas pada keadaan perundang-undangan Islam dari zaman ke zaman yang dimulai
dari zaman Nabi saw sampai zaman berikutnya, yang ditinjau dari sudut
pertumbuhan perundang-undangan Islam, termasuk didalamnya hal-hal yang
menghambat dan mendukungnya serta biografi sarjana-sarjana fiqh yang banyak
mengarahkan pemikirannya dalam upaya menetapkan perundang-undangan Islam. Kamil Musadalam al-madkhal ila tarikh at-Tasyri' al-Islami, mengatakan bahwa Tarikh Tasyri'tidak terbatas pada
sejarah pembentukan al Qur'an dan As Sunnah. Ia juga mencakup pemikiran,
gagasan dan ijtihad ulama pada waktu atau kurun tertentu.Macam-macam Tasyri', Secara umum
tasyri' dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilihat dari sudut sumbernya dan dari
sudut kekuatannya. Tasyri' dilihat dari sudutsumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW
yaitu al-Qur'an dan Sunah. Sedangkan tasyri' kedua yang dilihat dari kekuatan dan kandungannya mencakupijtihad sahabat, tabi'in dan ulama sesudahnya. Tasyri' tipe kedua
ini dalam pandangan Umar Sulaiman al-Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang.
Pertama bidang ibadah dan kedua bidang muamalat. Dalam bidang ibadah, fiqh
dibagi menjadi beberapa topik, yaitu : Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa, I'tikaf,
Jenazah, Haji, umrah, sumpah, nadzar, jihad, makanan, minuman, kurban dan
sembelihan. Bidang muamalat dibagi menjadi beberapa topik yaitu perkawinan dan
perceraian, ‘uqubat (hudud, qishash, dan ta'zir), jual beli, bagi hasil
(qiradl), gadai, musaqah, muzara'ah, upah, sewa, memindahkan utang (hiwalah),
syuf'ah, wakalah, pinjam meminjam ('ariyah), barang titipan, ghashab, luqathah
(barang temuan), jaminan (kafalah), seyembara (fi'alah), perseroan (syirkah),
peradilan, waqaf, hibah, penahanan dan pemeliharaan (al-hajr), washiat dan
faraid (pembagian harta warisan).
Akan tetapi ulama Hanafiah seperti Ibnu Abidin berbeda
pendapat dalam pembagian fiqh. Dia membagi fiqh menjadi tiga bagian yaitu ibadah, muamalat danuqubat. Cakupan fiqh ibadah dalam
pandangan mereka shalat, zakat, puasa, haji dan jihad. Cakupan fiqh muamalat
adalah pertukaran harta seperti jual beli, titipan, pinjam meminjam,
perkawinan, mukhasamah (gugatan), saksi, hakim dan peradilan. Sedangkan cakupan
fiqh uqubat dalam pandangan ulama Hanafiah adalah qishash, sanksi pencurian,
sanksi zina, sanksi menuduh zina dan sanksi murtad. Ulama syafi'iyah berbeda
pendapat dengan mereka. Fiqh dibedakan menjadi empat yaitu fiqh yang
berhubungan dengan kegiatan yang bersifat ukhrawi (ibadah), fiqh yang
berhubungan dengan kegiatan yang bersifat duniawi (muamalat), fiqh yang
berhubungan dengan masalah keluarga (munakahat) dan fiqh yang berhubungan
penyelenggaraan ketertiban negara (‘uqubat).
2.
Jelaskan tentang prinsip-prinsip dan
karakteristik hukum Islam !
JAWABAN
a. Prinsip-prinsip hukum Islam
Prinsip-prinsip hukum Islam yang dijadikan landasan ideal dalam hukum
Islam menurut Juhaya S. Pradja (1998: 37), yaitu:
1. Prinsip Tauhidullah, bahwa semua paradigma
berpikir yang termuat dalam Al-qur’an dan Al-hadits, dalam konteks ritual
maupun sosial, harus bertitik tolak dari nilai-nilai ketauhidan, yakni tentang
segala yang ada dan yang mungkin ada, bahkan mushtahil ada adalah diciptakan
oleh Allah s.w.t., maka kata Rabbul’alamin dapat dikatakan bahwa Allah Maha
Intelektual yang memiliki iradah atas segala sesuatu.
2. Prinsip Insaniyah, (prinsip kemanusiaan), bahwa
produk akal manusia dijadikan rujukan dalam perilaku sosial maupun sistem
budaya harus bertitik tolah dari nilai-nilai kemanusiaan, memuliakan mansia dan
memberikan manfa’at serta menghilangkan kemudharatan bagi manusia.
3. Prinsip Tasamuh, (prinsip toleransi), sebagai
titik tolak pengalaman hukum Islam, karena cara berpikir manusia yang
berbeda-beda, satu sama lain harus saling menghargai dan mengakui bahwa
kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat relatif.
4. Prinsip Ta’awun, (prinsip tolong-menolong), sebagai
titik tolak kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.
5. Prinsip Silaturrahmi Baina An-Nas, sebagai titik tolak bahwa setiap
individu dengan individu lainnya akan melakukan interaksi, karena manusia
adalah human relation yang secara fitrahnya menjadikan
silaturrahmi sebagai embiro terciptanya masyarakat, prinsip ini bisa juga
disebut prinsip Ta’aruf, sebagaimana dalam surah Al-hujuraat
ayat 13, Allah berfirman yang artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (Qs. Al-hujuraat: 13).
6. Prinsip keadilan atau Al-mizan, (keseimbangan) antara hak dan
kewajiban. Sebagai titik tolak kesadaran setiap manusia terhadap hak-hak orang
lain dan kewajiban dirinya. Jika ia berkewajiban melakukan sesuatu, ia berhak
menerima sesuatu. Keduanya harus berjalan seimbang dan dirasakan adil untuk
dirinya dan orang lain.
7. Prinsip Kemashlahatan, yaitu yang bertitik tolak
dari kaidah penyusunan argumentasi dalam berprilaku, bahwa meninggalkan
kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil manfa’atnya. Operasi
rasionalisasi kaidah ini berhubungan dengan kaidah yang menyatakan bahwa kemashlahatan
umum lebih didahulukan daripada kemashlahatan khusus.
b. Karakteristik hukum Islam
Untuk membedakan
antara hukum Islam dengan hukum umum,
maka hukum Islam memiliki beberapa karakteristik tertentu.Diantaranya:
a)
Penerapan hukum Islam
bersifat universal;
Nash-nash al-Qur’an tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal
dan ketetapanhukum yang bersifat umum.
Ia tidak berbicara mengenai bagian-bagian kecil, rincian-rincian secara detail
(Yusuf al-Qardhawi, 1993: 24) Oleh karena itu, ayat-ayat al-Qur’an sebagai
petunjuk yang universal dapat dimengerti dan diterima oleh semua umat di dunia
ini tanpa harus diikat oleh tempat dan waktu.
b)
Hukum yang ditetapkan
oleh al-Qur’an tidak memberatkan; Di dalam al-Qur’an tidak satupun perintah
Allah yang memberatkan hamba-Nya. Jika Tuhan melarang manusia mengerjakan
sesuatu, maka dibalik larangan itu akan ada hikmahnya. Walaupun demikian manusia
masih diberi kelonggaran dalam hal-hal tertentu (darurat). Contohnya memakan
bangkai adalah hal yang terlarang, namun dalam keadaan terpaksa, yaitu ketika
tidak ada makanan lain, dan jiwa akan terancam, maka tindakan seperti itu
diperbolehkan sebatas hanya memenuhi kebutuhan saat itu. Hal ini berarti bahwa
hukum Islam bersifat elastis dan dapat berubah sesuai dengan persoalan waktu
dan tempat.
c)
Menetapkan hukum
bersifat realistis;
Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dalam hal ini harus berpandangan
riil dalam segala hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi lalu
menetapkan suatu hukum tidak diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun
sangkaan-sangkaan tidak dapat dijadikan dasar dalam penetapan hukum. Said
Ramadhan menjelaskan bahwa hukum Islam mengandung method
of realism (Said
Ramadhan, 1961: 57)
d)
Menetapkan hukum
berdasarkan musyawarah sebagai bahan pertimbangan; Hal ini yang
terlihat dalam proses diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan
kebijaksanaan Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa hukum Islam ke dalam
wadahnya yang berupa masyarakat (Anwar Marjono, 1987: 126)
e)
Sanksi didapatkan di
dunia dan di akhirat;
Undang-undang produk manusia memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap
hukum-hukumnya. Hanya saja sanksi itu selamanya hanya diberikan di dunia,
berbeda halnya dengan hukum Islam yang memberi sanksi di dunia dan di akhirat.
Sanksi di akhirat selamanya lebih berat daripada yang di dunia. Karena itu,
orang yang beriman merasa mendapatkan dorongan kejiwaan yang kuat untuk melaksanakan
hukum-hukum-Nya dan mengikuti perintah serta menjauhi-larangan-larangan-Nya
(Muh. Yusuf Musa, 1998: 167)
Hukum Islam, disamping bersifat universal juga memiliki karakter
kontekstual. Karakter hukum Islam ini, menurut Yusuf Qaradhawi berdasarkan
kaidah-kaidah dan pola-pola berpikir yang asasi. Di antara kaidah-kaidah dan
pola-pola berpikir itu adalah:
a)
Memudahkan, dan
menghilangkan kesulitan;
b)
Memperhatikan tahapan masa;
c)
Turun dari nilai ideal
menuju realita dalam situasi darurat;
d)
Segala yang mendatangkan
kerugian atau kesengsaraan umat harus dilenyapkan;
e)
Kemudlaratan tidak boleh
dihilangkan dengan kemudlaratan;
f)
Kemudlaratn yang bersifat
khas digunakan untuk kemudlaratan yang bersifat umum;
g)
Kemudlaratan yang ringan
digunakan untuk menolak kemudlaratan yang berat;
h)
Keadaan terpaksa memudahkan
perbuatan atau tindakan terlarang;
i)
Apa yang diperbolehkan
karena terpaksa, diukur menurut ukuran yang diperlukan;
j)
Kesulitan mendatangkan
kemudahan;
k)
Menutup sumber kerusakan
didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.
3. Perkembangan dan
pertumbuhan Tasy’ri sejak zaman Rasulullah Saw. Sampai sekarang mengalami
peningkatan dan terus berkembang, coba jelaskan oleh anda factor apa yang
mempengaruhinya (ditinjau dari berbagai aspek) ?
JAWABAN :
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:
a. Bidang politik; Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan
munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya
aliran hukum. Pada bidang ini timbul tiga golongan politik, yaitu: Khawarij,
Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-masing kelompok tersebut berpegang kepada
prinsip mereka sendiri.
b. Perluasan Wilayah; Sebagimana yang kita ketahui perluasan wilayah Islam
sudah berjalan pada periode khalifah (Sahabat) yang kemudian berlanjut pada
periode Tabiin mengalami perluasan wilayah yang sangat pesat dengan
demikian telah banyak daerah-daerah yang telah ditaklukan oleh Islam,
sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk mengembalikan segala
sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring banyak terjadi
perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan bersama.
c. Perbedaan Penggunaan Ra’yu; Pada periode ini para ulama dalam
mengemukakan pemikirannya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran
Hadits yaitu para ulama yang dominan menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati”
dalam penggunaan ra’yu.Dan kedua adalah ulama aliran ra’yu yang
banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan ra’yudibandingkan
dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran yang dapat
mendorong perkembangan hukum Islam.
d. Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan; Selain telah dibukukannya
sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-hadits sebagi pedoman para
ulama dalam penetapan hukum, para ulama pun sudah faham betul dengan keadaan
yang terjadi serta para ulama-ulama yang dahulu dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan suatu peristiwa dapat terpecahkan sehingga
keputusan-keputasan itu dapat dijadikan yurispudensi pada masa hakim saat ini.
e. Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim; Dengan lahirnya para
cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’I
dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-pemikiran yang dimiliki telah
berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang berkembang dalam masyarakat.
f. Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya; Berkembangnya keadaan yang
terjadi di sekitar membuat banyak permaslahan-permasalahan baru yang terjadi,
dengan demikian umat Islam baik itu para pemimpin negara maupun hakim-hakim
pengadilan mengembalikan permasalahan-permasalahan terjadi pada para
mufti-mufti dan tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.
Pada masa Abu Bakar dan Ustman sahabat dilarang keluar dari madinah, agar
tidak menyebarkan hadits secara sembarangan dan dapat bermusyawarah bersama
dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum yang penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar