JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU MANTIQ
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
Nama Lengkap : Yuni
Sundari Fakultas /
SMT. : Syari’ah / III
NPM. : 11.02.1750 Program Studi : Ahwal al-Syakhsiyah
1. Jelaskan pengertian ilmu mantiq,
faidah dan sejarahnya !
a.
Pengertian Ilmu
Mantiq ialah: "Ilmu
yang mempelajari tentang sesuatu yang sudah diketahui gambarannya dan
pembenarannya sekira-kira ia bisa mendatangkan kepada sesuatu yang samar
gambarannya atau pembenarannya. Atau bisa juga dikatakan: Ilmu yang
mempelajari tentang ta'rif / definisi atau dalil/ hujjah / argumentasi
berdasarkan akal pikiran yang sehat dalam rangka menuju jalan kebenaran dalam
dunia keilmuan. Atau: "ilmu yang mempelajari tentang cara berpikir yang
tepat, sehat, dan benar untuk memperoleh jalan kebenaran sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku dalam ilmu logika.
b. Faidah ilmu mantiq diantaranya adalah :
a. membuat daya fikir
akal tidak saja menjadi lebih tajam tetapi juga lebih menjadi berkembang
melalui latihan-latihan berfikir dan menganalisis serta mengungkap permasalahan
secara ilmiah.
b. membuat seseorang
menjadi mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mengerjakan sesuatu
padawaktunya.
c. membuat seseorang
mampu membedakan--- ini merupakan manfaat yang paling asasi ilmu mantiq atau
logika ---antara pikir yang benar dan oleh karenanya akan menghasilkan
kesimpulan yang benar dan urut pikir yang salah yang dengan sendirinya akan
menampilkan kesimpulan yang salah.
c. Sejarah ilmu mantiq
Sebelum kemunculan Islam orang
Arab tidak mengenal Ilmu Mantiq, walaupun kaidah-kaidah Mantiq tersebut bisa
kita temukan dalam Syaiir-syair mereka dalam bentuk yang berbeda, seperti syair
Zuhair Bin Abi Salma :
Lisan dari seorang pemuda adalah salah satu bagian yang ada dalam
dirinya, sementara bagian yang lain adalah hatinya * maka tidak ada yang
tersisa kecuali sebentuk daging dan darah
Syair
ini berbicara tentang mantiq yaitu penjabaran akan Insan. Manusia adalah
hayawan yang berfikir. Syair ini berbicara tentang Fasl dan keistimewaannya.
Kemudian
dalam perkembangannya Mantiq ini diambil alih oleh Umat Islam, yaitu di
masa-masa penaklukan sebagai kebutuhan untuk membentengi Aqidah Islam dan
melawan cercaan terhadap pondasi islam dari kaum Majusi, Yahudi, Nashoro yang
juga menggunakan Mantiq dan Falsafah untuk mempertahankan keyakinannya.
Di
awal-awal masa kekhalifahan Abbasiyah Ilmu Mantiq itu diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, namun masih tercampur dengan sekat-sekat filsafat Yunani sehingga
menghawatirkan bila dikonsumsi orang awam, baru setelah kedatangan al-Ghazali
sekat-sekat Yunani dalam mantiq tersebut akhirnya dibersihkan, yaitu di abad ke
5 H yang beliau tuangkan dalam kitabnya”Mi’yaru al-Ulum”. Karena itu tidak ada
alasan bagi para ulama’ untuk mengharamkan mempelajari Ilmu Mantiq.
2. Bagaimana pandangan para ulama tentang mempelajari
ilmu mantiq, dan bagaimana ungkapan bait dalam kitab sulam munawwaroq ?
a.
Pandangan para ulama
tentang mempelajari ilmu mantiq :
Hukum mempelajari ilmu mantiq
adalah al-jawaz, artinya boleh atau tidak dilarang. Boleh di sini
memiliki beberapa catatan sebagai berikut :
Syarah Bajuri Sullam
Mantiq menjelaskan bahwa ilmu mantiq terbagi dua :
·
Pertama, ilmu mantiq yang masih kosong dari
ajaran-ajaran filsafat. Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai hukum
mempelajarinya, yaitu boleh, bahkan fardlu kifayah, karena ilmu mantiq dapat
digunakan sebagai alat dalam memahami ilmu kalam.
·
Kedua, ilmu mantiq yang sudah ada di dalam ajaran
filsafat tertentu. Artinya ilmu mantiq ini sudah tercampuri oleh ajaran-ajaran
filsafat (ilmu mantiq yang sudah tidak murni lagi). Di sini terdapat perbedaan
pendapat di dalam mempelajarinya sebagaimana yang akan dijelaskan berikut ini.
Para ulama terdahulu berbeda
pendapat mengenai hukum mempelajari filsafat (ilmu mantiq yang sudah
terpengaruhi ajaran filsafat). Kata al-khulfu merupakan isim
mashdar dengan makna al-ikhtilaaf (beda pendapat) sebagaimana
dikatakan Ibrohim al-Bajuri. Perbedaan pendapat tersebut ialah sebagai berikut
:
·
Pendapat pertama bersumber dari Taqiyyuddin Abu 'Amr
'Utsman bin Sholah dan Muhyiddin an-Nawawi yang berpendapat haram mengkajinya.
Haramnya disebabkan karena mengikuti tradisi orang-orang Yahudi dan Nashroni.
Serta mengikuti tradisi kafir Fulasifah dan kafir Mu’tazilah. Diharamkan
mengkaji ilmu mantiq apabila dibarengi dengan maksud menetapkan di hatinya
keyakinan-keyakinan kafir Mu’tazilah dan kafir Fulasifah yang jelas mengingkari
ajaran Tauhid. Tetapi pendapat ini tidak begitu jelas apabila orang yang
mengkajinya kaamilul qorihah (berakal sempurna) dan mumarisus
sunnah wal kitaab(pengkaji Al-Hadits dan Al-Quran), sebagaimana dikatakan
oleh Syekh al-Malawi pendapat ini masih kabur.
·
Pendapat yang kedua harus mempelajarinya. Qoum di sini
bersumber dari pandangan Imam Ghazali. Syekh al-Malawi menafsirkan pendapat
Imam Ghazali ini bukan fardhu kifayah, melainkan wajib atau sunat. Sebagaimana
pernyataan Imam Ghazali : orang yang tidak mema’rifatkan dirinya dengan mantiq,
ia belum memahami ilmunya.
·
Pendapat ketiga ialah yang paling masyhur dan paling
shohih di antara para ulama, disebut paling masyhur karena banyak ulama yang
berpendapat demikian dan disebut paling shohih karena lebih kuat dalilnya,
yaitu boleh mempelajarinya bagi kaamilil qorihah danmumarisus
sunnah wal kitab. Dengan mempelajari ilmu mantiq diharapkan dapat membantu
mengungkap as-showab (kebenaran logika).
b. Ungkapan bait dalam kitab sulam munawwaroq
3. Jelaskan pengertian istilah berikut :
a.
Tashawwur dan tashdiq
Yaitu
pengetahuan-pengetahuan yang bersifat tashowwuri (visual) dan tashdiqi (legal).
Sasaran
pembahasan ilmu mantiq adalah objek-objek pikiran yaitu benda-benda kongkrit
atau abstrak yang ditemukan oleh pikiran manusia, baik yang telah menjadi
pengetahuan (ma'lum) atau pun objek-objek pikiran yang belum diketemukan
atau belum menjadi pengetahuan (majhul). Melalui ilmu mantiq objek-objek
tersebut akan menjadi pengetahuan. Dan pengetahuan yang telah dianalisa oleh
ilmu mantiq akan menjadi landasan ilmu-ilmu lainnya.
Yang
dipelajari dalam ilmu mantiq adalah pikiran dan saluran pikiran yang
dibahasakan dengan bahasa tertentu (misalnya bahasa Arab), karena itu Ilmu
mantiq juga mempelajari logika bahasa yang digunakan dalam menyalurkan kegiatan
akal (proses berpikir) dengan mengevaluasi cara berpikir agar sesuai dengan
kaidah-kaidah berpikir yang benar. Logika yang digunakan adalah logika formal
yang disusun oleh Aristoteles, tetapi karena bahasa yang digunakan dalam ilmu
Mantiq adalah bahasa Arab sehingga logika bahasa Arab ikut juga disinggung.
Namun demikian ilmu mantiq pada prinsipnya tidak mempersoalkan bahasa yang
digunakan, karena semua bahasa mempunyai logika formal (bentuk mantiq) yang
sama.
b. Al-Mafhum Walmashadaq
Takrif mafhum
adalah
الْمَعْنَى الَّذِ ى يَدُلُّ عَلَيْهِ اللَّفْظُ الْكُلِى
Makna atau pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz kulli.
Takrif
mashadaq/masduq adalah:
اَلْأَفْرَادُ الَّتِى يَصْدُقُ عَلَيْهِ ذَلِكَ الْمَعْنَى
Individu-individu yang dituju oleh makna atau
pengetian itu.
Kaidah-kaidah mafhum dan mashadaq/masduq
اِذَازَادَ
مَفْهُوْمُ الْكُلِى نَقَصَ مَا صَدَقَهُ
Kaidah
yang semakna dengan kaidah tersebut dalam bentuk redaksii lainnya adalah:
كَثْرَةُ
الْقُيُوْدِ تَقَلَّلَ الْمَا صَا دَ قَات
Banyaknya
ikatan mafhumakan menyempitkan mashadaq-nya.
Jika kita kecualikan dari kata-kata bahasa pada nama-nama a'lam yakni
kata-kata yang setiap katanya menunjukkan pada satu orang tertentu yang
dibatasi tempat dan waktunya, maka sisa kata-kata bahasa adalah nama-nama kulliyah.
Satu nama dimaksudkan atas satu kelompok dari pribadi-pribadi yang dikumpulkan
oleh apa yang ada diantaranya dari keserupaan, dan keserupaan antara dua orang,
artinya bahwa antara keduanya terdapat pararel yang menjadikan pada
masing-masing atau hubungan pada salah satunya berhadapan pada satu sisi atau
hubungan pada yang lain.
Jika kelompok adalah kumpulan dari pribadi-pribadi, maka pribadi-pribadi
ini lebih dulu darinya dalam eksistensinya. Dan jika begitu, maka kelompok
bukan eksistensi yang utama, akan tetapi ia adalah eksistensi yang mungkin
mengurainya pada apa yang lebih luas darinya, yaitu anggota-anggota yang
darinya kelompok tersebut eksis. Jika kita gambarkan (tashawwur) bahwa
kita mampu dari segi pandangan untuk menyatakan nama atau setiap bagian pribadi
dari pribadi-pribadi yang ada di dunia, maka ada di sana terdapat kebutuhan
pada tetapnya nama-nama kulliyahyang menunjukkan atas
kelompok-seperti manusia dan pohon maka setiap nama dari nama-nama tersebut mungkin
dapat mendefinisikannya dengan nama-nama pribadi-pribadi yang masuk di
dalamnya.
Pemikiran “kelompok”, dalam mantiq dan membatasi maknanya adalah
termasuk hal yang paling sulit dan paling pentingnya sesuatu yang diungkap oleh
filosof eksakta. Dan maknanya berbeda dengan perbedaan madhab filsafat yang
berbeda-beda pula seperti yang akan dijelaskan sebentar lagi maka ke mana, nama
kelompok mengisyaratkan atau nama kulli seperti nama
“manusia”. Sesungguhnya dalam alam segala sesuatu terdapat pribadi-pribadi.Mereka
adalah Zaid, Amar, Khalid dan lain sebagainya.Ia adalah pribadi-pribadi yang
ditepati atasnya oleh kata ‘manusia’. Oleh karena itu, kata tersebut disebut
dengan masduq yakni yang menepati atasnya oleh nama dari yang
dinamai dalam realitas (wujud) sebenarnya. Maka apakah pribadi-pribadi tersebut
adalah semua yang ditunjukkan padanya
oleh kata ‘manusia’? akan tetapi jika memang demikian masalahnya,
maka tidak boleh bagi kita menggunakan kata yang menunjukkan pada ‘kelompok
yang kosong akan dijelaskan dalam pasal ini seperti kata shifr (nol),
misalnya atau seperti ungkapan gunung emas. Karena ia tidak menemui/menjumpai
perumpamaan nama-nama ini. Bersama dengan hal tersebut, maka penggunaannya
adalah boleh dan dipahami.Oleh karena itu tidak ada makna namakulliterbatas
pada petunjukknya pada pribadi-pribadi kelompok yang datang untuk menamainya.
Apakah nama kelompok atau nama kulli mengisyaratkan pada mafhum (yang
dipahami) kelompok tersebut? sedangkan mafhum adalah kata istilah yang dimaksud
dengannya gambaran/persepsi akal yang dengannya kita gambarkan sifat-sifat yang
membedakan pribadi-pribadi kelompok tertentu dari kelompok-kelompok lain.
Dengan ini, maka makna kata ‘manusia’ bukanlah petunjuknya pada gambaran akal
pada pribadi-pribadi dari manusia di dunia luar, akan tetapi ia adalah
petunjuknya pada gambaran akal pada sifat-sifat yang kita melihatnya yang
membentuk hakikat manusia, seperti hidup dan akal. Jika kita menemukan yang ada, hidup dan berakal, maka kita katakan
tentangnya bahwa ia adalah manusia. Akan tetapi jika demikian masalahnya, maka
tidak mungkin menunjukkan pada pribadi-pribadi kelompok tertentu dengan dua
‘mafhum’ yang berbeda, padahal ini adalah hal yang mungkin terjadi, maka
pribadi-pribadi yang diisyaratkan padanya oleh ‘mafhum’ yang ada, hidup dan
berakal, adalah diri pribadi-pribadinya yang ditunjuk oleh ‘mafhum’ punya dua
kaki dan tanpa bulu.
4. Uraikan dalam sebuah skema tentang pembagian dilalah
dan macam-macamnya serta berikan contoh masing-masing !
Jawaban :
Pembagian Dilalah Skema ini menunjukkan bahwa Dilalah
terbagi dua bagian yaitu :
1). Dilalah Lafzhiyyah;
2). Dilalah Ghairu Lafzhiyyah.
A. Dilalah Lafzhiyyah
Adalah petunjuk berupa kata atau suara. Dilalah ini
terbagi tiga bagian yaitu :
a. Thabi’iyyah (dilalah
lafzhiyyah thabi’iyyah) yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentu alami
(µaradh thabi’i). Contoh: Ketawa terbahak-bahak - Menjadi
dilalah Bagi gembira Menangis terisk-isak menjadi
dilalah bagi sedih
b.
Aqliyah (dilalah lafzhiyah aqliyah) yaitu dilalah yang berbentuk
akal- pikir. Contoh: Suara teriakan ditengah hutan menjadi dilalah bagi adanya
manusia di sana´. - Suara teriakan maling dari sebuah rumah menjadi dilalah
bagi adanya pencuri yang sedangmelakukan pencurian
c. Wadhiyyah (dilalah
lafzhiyah wadh’iyyah) yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuatmanusia untuk
Suatu isyarah Atau
tanda Apa saja Berdasar kesepakatan. Contoh:
Petunjuk bagi Lafadz (kata) Kepada makna Yang telah disepakati: Orang Sunda sepakat
menetapkan kata cau menjadi dilalah bagi pisang Orang JawaSepakat kata Gedang menjadi Dilalah bagi Pisang Orang Inggris sepakat Kata BenanaMenjadi
dilalah bagi Pisang Dilalah Ghairu Lafzhiyyah
Adalah dilalah yang tidak berbentuk kata atau suara.
Dilalah ini terbagi tiga bagian :
1. Thabi’iyyah
(dilalah ghairu lafzhiyyah thabi’iyyah) yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan
kata atau suara Yang bersifat Alami.
Contoh: Wajah Cerah
menjadi dilalah bagi orang yang senang Menutup hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau.
2. Aqliyah (dilalah ghairu lafzhiyah µaqliyah)
yaitu dilalah bukan kata atau suara yang
Berbentuk akal-pikir.
Contoh:Hilangnya
barang-barang di rumah menjadi dilalah bagi adanya orang yang mencuriTerjadinya
kebakaran di hutan menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.
3. Wadh’iyyah (dilalah lafzhiyah wadh’iyyah)
yaitu dilalah bukan kata atau suara yang dengansengaja dibuat manusia untuk suatu isyarah atau tanda apa saja berdasar
kesepakatan.
Contoh : Petunjuk bagi lafadz (kata) kepada makna yang telah
disepakati:
Secarik kain hitam yang dipakai orang Cina di tangan
kirinya menjadi dilalah bagi kesedihan,karena ditinggal
mati oleh keluarganya.
B. Dilalah Lafzhiyah Wadhiyah
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, seperti yang terlihat
didalam skema, terbagai tiga bagian yaitu:
a. Muthabaqiyyah
(dilalah lafzhiyah wadhiyyah muthabaqiyyah) yaitu dilalah lafazh (petunjuk
kata) kepeda makna selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk (dilalah) kepada bangunan
yang lengkap terdiri dari, dinding ,jendela,
pintu, atap dan lain-lainnya. Jika kita menyuruh membuat rumah, adalah rumah
yang lengkap, bukan hanya satu
Bagian saja (dinding
atau atapnya) saja.
b. Tadhammuniyyah (dilalah lafzhiyyah wadh’iyyah
tadhammuniyah) yaitu dilalah lafazh(petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh :
Ketika kita bermaksud untuk
memperbaiki rumah, maka hanya bagian-bagian tertentu saja yang diperbaiki. Jika kita meminta dokter mengobati badan, maka
bagian badan yang sakit saja yang diobati.
c. Iltizamiyyah
(dilalah lafzhiyyah wadh’yyah iltizamiyya), yaitu dilalah lafazh kepada
sesuatu yang ada di luar makna lafazh
yang disebutkan, tetapi terikat amat erat dengan makna yangdikandungnya.
Contoh:
Jika kita menyuruh tukang
memeperbaiki asbes loteng rumah yang runtuh, maka yang dimaksud
bukan hanya asbes saja, tetapi kayu-kayu asbes yang
melekat dan kebetulan sudah patah pun
harus diganti. Asbes dengan kayu
yang menjadi tulangnya terkait amat erat (iltizam).
sumpah keren?... tapi kurang..
BalasHapus