Rabu, 14 November 2012

Jawaban UTS Ilmu Mantiq


JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU MANTIQ
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
 

Nama Lengkap          : Yuni Sundari                       Fakultas / SMT.         : Syari’ah / III
NPM.                           : 11.02.1750                            Program Studi           : Ahwal al-Syakhsiyah
 


1.    Jelaskan pengertian ilmu mantiq, faidah dan sejarahnya !
a.    Pengertian Ilmu Mantiq ialah: "Ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang sudah diketahui gambarannya dan pembenarannya sekira-kira ia bisa mendatangkan kepada sesuatu yang samar gambarannya atau pembenarannya. Atau bisa juga dikatakan: Ilmu yang mempelajari tentang ta'rif / definisi atau dalil/ hujjah / argumentasi berdasarkan akal pikiran yang sehat dalam rangka menuju jalan kebenaran dalam dunia keilmuan. Atau: "ilmu yang mempelajari tentang cara berpikir yang tepat, sehat, dan benar untuk memperoleh jalan kebenaran sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam ilmu logika.


b.    Faidah ilmu mantiq diantaranya adalah :
a.    membuat daya fikir akal tidak saja menjadi lebih tajam tetapi juga lebih menjadi berkembang melalui latihan-latihan berfikir dan menganalisis serta mengungkap permasalahan secara ilmiah.
b.    membuat seseorang menjadi mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mengerjakan sesuatu padawaktunya.
c.    membuat seseorang mampu membedakan--- ini merupakan manfaat yang paling asasi ilmu mantiq atau logika ---antara pikir yang benar dan oleh karenanya akan menghasilkan kesimpulan yang benar dan urut pikir yang salah yang dengan sendirinya akan menampilkan kesimpulan yang salah.

c.    Sejarah ilmu mantiq

Sebelum kemunculan Islam orang Arab tidak mengenal Ilmu Mantiq, walaupun kaidah-kaidah Mantiq tersebut bisa kita temukan dalam Syaiir-syair mereka dalam bentuk yang berbeda, seperti syair Zuhair Bin Abi Salma :

Lisan dari seorang pemuda adalah salah satu bagian yang ada dalam dirinya, sementara bagian yang lain adalah hatinya * maka tidak ada yang tersisa kecuali sebentuk daging dan darah

Syair ini berbicara tentang mantiq yaitu penjabaran akan Insan. Manusia adalah hayawan yang berfikir. Syair ini berbicara tentang Fasl dan keistimewaannya.
Kemudian dalam perkembangannya Mantiq ini diambil alih oleh Umat Islam, yaitu di masa-masa penaklukan sebagai kebutuhan untuk membentengi Aqidah Islam dan melawan cercaan terhadap pondasi islam dari kaum Majusi, Yahudi, Nashoro yang juga menggunakan Mantiq dan Falsafah untuk mempertahankan keyakinannya.
Di awal-awal masa kekhalifahan Abbasiyah Ilmu Mantiq itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, namun masih tercampur dengan sekat-sekat filsafat Yunani sehingga menghawatirkan bila dikonsumsi orang awam, baru setelah kedatangan al-Ghazali sekat-sekat Yunani dalam mantiq tersebut akhirnya dibersihkan, yaitu di abad ke 5 H yang beliau tuangkan dalam kitabnya”Mi’yaru al-Ulum”. Karena itu tidak ada alasan bagi para ulama’ untuk mengharamkan mempelajari Ilmu Mantiq.

2.    Bagaimana pandangan para ulama tentang mempelajari ilmu mantiq, dan bagaimana ungkapan bait dalam kitab sulam munawwaroq ?
a.    Pandangan para ulama tentang mempelajari ilmu mantiq :
Hukum mempelajari ilmu mantiq adalah al-jawaz, artinya boleh atau tidak dilarang. Boleh di sini memiliki beberapa catatan sebagai berikut :
Syarah Bajuri Sullam Mantiq menjelaskan bahwa ilmu mantiq terbagi dua :
·         Pertama, ilmu mantiq yang masih kosong dari ajaran-ajaran filsafat. Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai hukum mempelajarinya, yaitu boleh, bahkan fardlu kifayah, karena ilmu mantiq dapat digunakan sebagai alat dalam memahami ilmu kalam.
·         Kedua, ilmu mantiq yang sudah ada di dalam ajaran filsafat tertentu. Artinya ilmu mantiq ini sudah tercampuri oleh ajaran-ajaran filsafat (ilmu mantiq yang sudah tidak murni lagi). Di sini terdapat perbedaan pendapat di dalam mempelajarinya sebagaimana yang akan dijelaskan berikut ini.
Para ulama terdahulu berbeda pendapat mengenai hukum mempelajari filsafat (ilmu mantiq yang sudah terpengaruhi ajaran filsafat). Kata al-khulfu merupakan isim mashdar dengan makna al-ikhtilaaf (beda pendapat) sebagaimana dikatakan Ibrohim al-Bajuri. Perbedaan pendapat tersebut ialah sebagai berikut :
·         Pendapat pertama bersumber dari Taqiyyuddin Abu 'Amr 'Utsman bin Sholah dan Muhyiddin an-Nawawi yang berpendapat haram mengkajinya. Haramnya disebabkan karena mengikuti tradisi orang-orang Yahudi dan Nashroni. Serta mengikuti tradisi kafir Fulasifah dan kafir Mu’tazilah. Diharamkan mengkaji ilmu mantiq apabila dibarengi dengan maksud menetapkan di hatinya keyakinan-keyakinan kafir Mu’tazilah dan kafir Fulasifah yang jelas mengingkari ajaran Tauhid. Tetapi pendapat ini tidak begitu jelas apabila orang yang mengkajinya kaamilul qorihah (berakal sempurna) dan mumarisus sunnah wal kitaab(pengkaji Al-Hadits dan Al-Quran), sebagaimana dikatakan oleh Syekh al-Malawi pendapat ini masih kabur.
·         Pendapat yang kedua harus mempelajarinya. Qoum di sini bersumber dari pandangan Imam Ghazali. Syekh al-Malawi menafsirkan pendapat Imam Ghazali ini bukan fardhu kifayah, melainkan wajib atau sunat. Sebagaimana pernyataan Imam Ghazali : orang yang tidak mema’rifatkan dirinya dengan mantiq, ia belum memahami ilmunya.
·         Pendapat ketiga ialah yang paling masyhur dan paling shohih di antara para ulama, disebut paling masyhur karena banyak ulama yang berpendapat demikian dan disebut paling shohih karena lebih kuat dalilnya, yaitu boleh mempelajarinya bagi kaamilil qorihah danmumarisus sunnah wal kitab. Dengan mempelajari ilmu mantiq diharapkan dapat membantu mengungkap as-showab (kebenaran logika).

b.    Ungkapan bait dalam kitab sulam munawwaroq


3.    Jelaskan pengertian istilah berikut :
a.    Tashawwur dan tashdiq
Yaitu pengetahuan-pengetahuan yang bersifat tashowwuri (visual) dan tashdiqi (legal).
Sasaran pembahasan ilmu mantiq adalah objek-objek pikiran yaitu benda-benda kongkrit atau abstrak yang ditemukan oleh pikiran manusia, baik yang telah menjadi pengetahuan (ma'lum) atau pun objek-objek pikiran yang belum diketemukan atau belum menjadi pengetahuan (majhul). Melalui ilmu mantiq objek-objek tersebut akan menjadi pengetahuan. Dan pengetahuan yang telah dianalisa oleh ilmu mantiq akan menjadi landasan ilmu-ilmu lainnya.
Yang dipelajari dalam ilmu mantiq adalah pikiran dan saluran pikiran yang dibahasakan dengan bahasa tertentu (misalnya bahasa Arab), karena itu Ilmu mantiq juga mempelajari logika bahasa yang digunakan dalam menyalurkan kegiatan akal (proses berpikir) dengan mengevaluasi cara berpikir agar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar. Logika yang digunakan adalah logika formal yang disusun oleh Aristoteles, tetapi karena bahasa yang digunakan dalam ilmu Mantiq adalah bahasa Arab sehingga logika bahasa Arab ikut juga disinggung. Namun demikian ilmu mantiq pada prinsipnya tidak mempersoalkan bahasa yang digunakan, karena semua bahasa mempunyai logika formal (bentuk mantiq) yang sama.

b.    Al-Mafhum Walmashadaq

Takrif mafhum adalah
الْمَعْنَى الَّذِ ى يَدُلُّ عَلَيْهِ اللَّفْظُ الْكُلِى
Makna atau pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz kulli.

Takrif mashadaq/masduq adalah:
اَلْأَفْرَادُ الَّتِى يَصْدُقُ عَلَيْهِ ذَلِكَ الْمَعْنَى
Individu-individu yang dituju oleh makna atau pengetian itu.
Kaidah-kaidah mafhum dan mashadaq/masduq
اِذَازَادَ مَفْهُوْمُ الْكُلِى نَقَصَ مَا صَدَقَهُ
Kaidah yang semakna dengan kaidah tersebut dalam bentuk redaksii lainnya adalah:
كَثْرَةُ الْقُيُوْدِ تَقَلَّلَ الْمَا صَا دَ قَات
Banyaknya ikatan mafhumakan menyempitkan mashadaq-nya.
Jika kita kecualikan dari kata-kata bahasa pada nama-nama a'lam yakni kata-kata yang setiap katanya menunjukkan pada satu orang tertentu yang dibatasi tempat dan waktunya, maka sisa kata-kata bahasa adalah nama-nama kulliyah. Satu nama dimaksudkan atas satu kelompok dari pribadi-pribadi yang dikumpulkan oleh apa yang ada diantaranya dari keserupaan, dan keserupaan antara dua orang, artinya bahwa antara keduanya terdapat pararel yang menjadikan pada masing-masing atau hubungan pada salah satunya berhadapan pada satu sisi atau hubungan pada yang lain.
Jika kelompok adalah kumpulan dari pribadi-pribadi, maka pribadi-pribadi ini lebih dulu darinya dalam eksistensinya. Dan jika begitu, maka kelompok bukan eksistensi yang utama, akan tetapi ia adalah eksistensi yang mungkin mengurainya pada apa yang lebih luas darinya, yaitu anggota-anggota yang darinya kelompok tersebut eksis. Jika kita gambarkan (tashawwur) bahwa kita mampu dari segi pandangan untuk menyatakan nama atau setiap bagian pribadi dari pribadi-pribadi yang ada di dunia, maka ada di sana terdapat kebutuhan pada tetapnya nama-nama kulliyahyang menunjukkan atas kelompok-seperti manusia dan pohon maka setiap nama dari nama-nama tersebut mungkin dapat mendefinisikannya dengan nama-nama pribadi-pribadi yang masuk di dalamnya.
Pemikiran “kelompok”, dalam mantiq dan membatasi maknanya adalah termasuk hal yang paling sulit dan paling pentingnya sesuatu yang diungkap oleh filosof eksakta. Dan maknanya berbeda dengan perbedaan madhab filsafat yang berbeda-beda pula seperti yang akan dijelaskan sebentar lagi maka ke mana, nama kelompok mengisyaratkan atau nama kulli seperti nama “manusia”. Sesungguhnya dalam alam segala sesuatu terdapat pribadi-pribadi.Mereka adalah Zaid, Amar, Khalid dan lain sebagainya.Ia adalah pribadi-pribadi yang ditepati atasnya oleh kata ‘manusia’. Oleh karena itu, kata tersebut disebut dengan masduyakni yang menepati atasnya oleh nama dari yang dinamai dalam realitas (wujud) sebenarnya. Maka apakah pribadi-pribadi tersebut adalah semua yang ditunjukkan padanya
 oleh kata ‘manusia’? akan tetapi jika memang demikian masalahnya, maka tidak boleh bagi kita menggunakan kata yang menunjukkan pada ‘kelompok yang kosong akan dijelaskan dalam pasal ini seperti kata shifr (nol), misalnya atau seperti ungkapan gunung emas. Karena ia tidak menemui/menjumpai perumpamaan nama-nama ini. Bersama dengan hal tersebut, maka penggunaannya adalah boleh dan dipahami.Oleh karena itu tidak ada makna namakulliterbatas pada petunjukknya pada pribadi-pribadi kelompok yang datang untuk menamainya.
Apakah nama kelompok atau nama kulli mengisyaratkan pada mafhum (yang dipahami) kelompok tersebut? sedangkan mafhum adalah kata istilah yang dimaksud dengannya gambaran/persepsi akal yang dengannya kita gambarkan sifat-sifat yang membedakan pribadi-pribadi kelompok tertentu dari kelompok-kelompok lain. Dengan ini, maka makna kata ‘manusia’ bukanlah petunjuknya pada gambaran akal pada pribadi-pribadi dari manusia di dunia luar, akan tetapi ia adalah petunjuknya pada gambaran akal pada sifat-sifat yang kita melihatnya yang membentuk hakikat manusia, seperti hidup dan akal. Jika kita menemukan yang ada, hidup dan berakal, maka kita katakan tentangnya bahwa ia adalah manusia. Akan tetapi jika demikian masalahnya, maka tidak mungkin menunjukkan pada pribadi-pribadi kelompok tertentu dengan dua ‘mafhum’ yang berbeda, padahal ini adalah hal yang mungkin terjadi, maka pribadi-pribadi yang diisyaratkan padanya oleh ‘mafhum’ yang ada, hidup dan berakal, adalah diri pribadi-pribadinya yang ditunjuk oleh ‘mafhum’ punya dua kaki dan tanpa bulu.

4.    Uraikan dalam sebuah skema tentang pembagian dilalah dan macam-macamnya serta berikan contoh masing-masing !

Jawaban :
Pembagian Dilalah Skema ini menunjukkan bahwa Dilalah terbagi dua bagian yaitu :
1). Dilalah Lafzhiyyah;
2). Dilalah Ghairu Lafzhiyyah.

A.   Dilalah Lafzhiyyah
Adalah petunjuk berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga bagian yaitu :
a.    Thabi’iyyah (dilalah lafzhiyyah thabi’iyyah) yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentu alami (µaradh thabi’i). Contoh: Ketawa terbahak-bahak - Menjadi dilalah Bagi gembira Menangis terisk-isak menjadi dilalah bagi sedih
b.    Aqliyah (dilalah lafzhiyah aqliyah) yaitu dilalah yang berbentuk akal- pikir. Contoh: Suara teriakan ditengah hutan menjadi dilalah bagi adanya manusia di sana´. - Suara teriakan maling dari sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya pencuri yang sedangmelakukan pencurian
c.    Wadhiyyah (dilalah lafzhiyah wadh’iyyah) yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuatmanusia untuk Suatu isyarah Atau tanda Apa saja Berdasar kesepakatan. Contoh: Petunjuk bagi Lafadz (kata) Kepada makna Yang telah disepakati: Orang Sunda sepakat menetapkan kata cau menjadi dilalah bagi pisang Orang JawaSepakat kata Gedang menjadi Dilalah bagi Pisang Orang Inggris sepakat Kata BenanaMenjadi dilalah bagi Pisang Dilalah Ghairu Lafzhiyyah
Adalah dilalah yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga bagian :
1. Thabi’iyyah (dilalah ghairu lafzhiyyah thabi’iyyah) yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara Yang bersifat Alami.
Contoh: Wajah Cerah menjadi dilalah bagi orang yang senang Menutup hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau.
2. Aqliyah (dilalah ghairu lafzhiyah µaqliyah) yaitu dilalah bukan kata atau suara yang
Berbentuk akal-pikir.
Contoh:Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah bagi adanya orang yang mencuriTerjadinya kebakaran di hutan menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.
3. Wadh’iyyah (dilalah lafzhiyah wadh’iyyah) yaitu dilalah bukan kata atau suara yang dengansengaja dibuat manusia untuk suatu isyarah atau tanda apa saja berdasar kesepakatan.
Contoh : Petunjuk bagi lafadz (kata) kepada makna yang telah disepakati:
Secarik kain hitam yang dipakai orang Cina di tangan kirinya menjadi dilalah bagi kesedihan,karena ditinggal mati oleh keluarganya.

B. Dilalah Lafzhiyah Wadhiyah
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, seperti yang terlihat didalam skema, terbagai tiga bagian yaitu:
a. Muthabaqiyyah (dilalah lafzhiyah wadhiyyah muthabaqiyyah) yaitu dilalah lafazh (petunjuk kata) kepeda makna selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk (dilalah) kepada bangunan yang lengkap terdiri dari, dinding ,jendela, pintu, atap dan lain-lainnya. Jika kita menyuruh membuat rumah, adalah rumah yang lengkap, bukan hanya satu
Bagian saja (dinding atau atapnya) saja.
b. Tadhammuniyyah (dilalah lafzhiyyah wadh’iyyah tadhammuniyah) yaitu dilalah lafazh(petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh :
Ketika kita bermaksud untuk memperbaiki rumah, maka hanya bagian-bagian tertentu saja yang diperbaiki. Jika kita meminta dokter mengobati badan, maka bagian badan yang sakit saja yang diobati.
c. Iltizamiyyah (dilalah lafzhiyyah wadh’yyah iltizamiyya), yaitu dilalah lafazh kepada sesuatu yang ada di luar makna lafazh yang disebutkan, tetapi terikat amat erat dengan makna yangdikandungnya.
Contoh:
Jika kita menyuruh tukang memeperbaiki asbes loteng rumah yang runtuh, maka yang dimaksud
bukan hanya asbes saja, tetapi kayu-kayu asbes yang melekat dan kebetulan sudah patah pun
harus diganti. Asbes dengan kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (iltizam).


1 komentar: