BAB
I
PENDAHULUAN
Kebaikan itu memiliki tingkatan yang
berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan dosa. Kebaikan apa saja
yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi Allah akan besar juga.
Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka pahalanya pun seimbang
dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan yang mudharatnya lebih
besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang membinasakan dan siksanya
pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya lebih rendah dari itu, maka
ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat terhapus dengan jalan menjauhi
dosa-dosa besar.
Allah SWT
berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa ayat 31:
bÎ) (#qç6Ï^tFøgrB tͬ!$t62 $tB tböqpk÷]è? çm÷Ytã öÏeÿs3çR öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy Nà6ù=ÅzôçRur WxyzôB $VJÌx.
“Apabila kamu menjauhi dosa-dosa
besar yang telah dilarang bagimu untuk mengerjakannya, maka Kami hapuskan
dosa-dosamu yang kecil dan Kami masukkan kamu kedalam tempat yang mulia
(Surga).”
Dari ayat di atas, jelas terdapat dua macam dosa, yakni dosa besar dan dosa
kecil. Jelas pula bahwa Allah SWT berjanji bahwa jika seorang hamba menjauhkan
diri dari dosa-dosa besar, maka Allah SWT memaafkan kesalahan/dosa kecil yang
pernah dilakukannya. Haruslah kita ingat bahwa terdapat prasyarat untuk
terpenuhinya (janji Allah SWT itu) yakni, semua yang fardlu (wajib) seperti
halnya shalat, zakat, dan puasa, harus tetap dikerjakan dengan tertib dan
teratur, sambil terus berusaha menjauhi dosa-dosa besar, sebab meninggalkan
yang fardlu itupun tergolong melakukan dosa besar. Jadi, jika seorang hamba
melaksanakan semua yang diwajibkan (fardlu) dan meninggalkan perbuatan dosa
besar maka Allah SWT akan memaafkan dosa-dosa kecilnya.
Apakah dosa
itu? Apa sajakah dosa-dosa kecil itu? Dan, apa saja pulakah yang tergolong
dosa-dosa besar?
Dosa adalah
segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak dan perintah Allah SWT.
Sampai disini belum dibedakan besar kecilnya dosa. Abdullah bin Abbas berkata, “ Setiap perbuatan menentang
ajaran Islam adalah dosa besar.”
Oleh karena
itu, jika dosa-dosa kecil dilakukan berulang-ulang, secara sembrono
(serampangan), dan dikerjakan dengan terang-terangan, maka akan terangkum
menjadi suatu dosa besar. Seorang ulama menerangkan pengaruh-pengaruh dosa kecil
dan dosa besar dengan contoh berikut ini. Ia mengibaratkan dengan perbandingan
sengatan kalajengking kecil dengan kalajengking besar. Juga ibarat rasa panas
terbakar api kecil dibanding dengan terbakar api yang besar. Semuanya terasa
sangat sakit, namun akibat yang ditimbulkan oleh yang besar menyisakan luka
yang lebih parah. Begitu juga, kedua jenis dosa itu sama berbahayanya, akan
tetapi kerusakan yang diderita akibat dosa besar lebih parah daripada dosa
kecil.
BAB
II
PEMBAHASAN
TUJUH MACAM DOSA BESAR
1.
Riwayat
Hadits
اِجْتَنِبُواالسَّبْعَ الْمُوْ بِقَاتِ اَلشِّرْكُ
بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِىْ حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ
وَاٰكِلُ الرِّبَا وَاٰكِلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَ لِّى يَوْمَ الزَّحْفِ
وَقَذْ فَ الْمُحْصَنَا تِ الْغَا فِلاَ تِ الْمُؤْ مِنَا تِ. رواه البخار ى و
مسلم.
ﺍﺨﺭﺠﻪﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯﻓﻰ ׃٥٥ـ ﮐﺘﺎﺏﺍﻟﻭﺻﺎﻴﺎ׃٢٣ـ
ﺑﺎﺏﻗﻭﻝﺍﷲﺗﻌﺎﻟﻰ׃ﺍﻦﺍﻟﺬﻴﻥﻴﺄﻛﻟﻮﻦﺍﻤﻭﺍﻞ ﺍﻟﻴﺘﺎﻤﻰﻈﻟﻤﺎ.
Arti Hadits
/ ترجمة الحديث :
Hadits Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. dimana beliau bersabda: “ Jauhilah tujuh macam dosa yang
membinasakan.”Para sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, apakah ketujuh
macam dosa itu?” Beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa
(manusia) yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta
anak yatim, lari pada saat pertempuran (dalam jihad) dan menuduh (berbuat zina)
kepada wanita-wanita yang selalu menjaga diri, mukminat dan tidak pernah
berfikir (untuk berzina).”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Wasiat” bab tentang firman Allah SWT (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim dengan aniaya . . . .“
2.
Penjelasan (syarah) Hadits
Kebaikan
itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan
dan dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di
sisi Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah,
maka pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap
kejahatan yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar
yang membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang
mudharatnya lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil
yang dapat terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah
Ta’ala berfirman:
bÎ) (#qç6Ï^tFøgrB tͬ!$t62 $tB tböqpk÷]è? çm÷Ytã öÏeÿs3çR öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy Nà6ù=ÅzôçRur WxyzôB $VJÌx.
“Jika kamu menjauhi
dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya
Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan
kamu ke tempat yang mulia (surga).”
(QS An-Nisa [4]: 31)
Dalam
hadis di atas, Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar menjauhi tujuh dosa yang
membinasakan. Tujuh dosa ini bukan berarti pembatasan (hanya tujuh perkara)
atas dosa-dosa yang membinasakan. Tetapi hal ini sebagai peringatan atas
dosa-dosa yang lainnya. Ketujuh dosa yang dimaksudkan dalam hadis di atas,
uraiannya adalah sebagai berikut.
a. Musyrik (Mempersekutukan Allah)
Menyekutukan Allah yaitu menyamakan
dan mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam segala hal yang menjadi
kekhususan bagi-Nya Yang Maha Suci, Maha Tunggal, Tempat Bergantung Segala
Makhluk, dan Yang Maha Esa.
Menyekutukan Allah SWT merupakan
dosa yang paling besar. Bahkan Allah SWT tidak akan mengampuni dosa musyrik
yang terbawa mati. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa musyrik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(musyrik) itu, bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan siapa saja yang musyrik
kepada Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa [4]:
48)
Ar-Raghib al-Ashfahani menyatakan
bahwa kemusyrikan terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1) Syirik
besar, yaitu menetapkan adanya sekutu bagi Allah SWT. Inilah bentuk dosa yang
paling besar.
2) Syirik
kecil, yaitu memperhatikan selain Allah di samping memperhatikan-Nya juga dalam
beberapa urusan. Itulah ria dan nifaq. (Al-Ashfahani, hlm. 266)
Adanya kemusyrikan dalam kategori
musyrik kecil bukan karena beban dosanya yang rendah, tetapi kemusyrikan ini
merupakan bentuk kemusyrikan yang seringkali terabaikan atau tidak terasa dalam
perwujudannya. Tentang kemusyrikan ini, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling aku
khawatirkan menimpa kalian adalah musyrik yang paling kecil, yakni ria.”
(Muttafaq ‘Alaih)
b. Sihir
Sihir termasuk ke dalam dosa yang
besar karena di dalamnya terdapat upaya iltibas
(pencampur-adukan) dan menutupi apa yang sebenarnya. Bahkan sihir ini bisa
mengakibatkan penyesatan aqidah, baik dari sisi penyebabnya maupun dari sisi
perolehannya. Para ulama telah bersepakat atas pengharaman sihir, pembelajaran
dan pengajarannya. Bahkan Imam Malik, Imam Ahmad, dan sekelompok para sahabat
dan para tabiin berpendapat bahwa saling berbagi sihir termasuk bagian
kekufuran yang pelakunya harus mendapat hukum eksekusi (dibunuh). Demikian juga
upaya mempelajari dan mengajarkan sihir kepada orang lain, karena hal itu
termasuk wasilah yang akan menjadi jalan terwujudnya sihir tersebut.
Tidak
diragukan lagi bahwa sihir termasuk dosa besar dan hukumannya pun sangat berat,
yakni di penggal dengan pedang. sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
yang diriwayatkan oleh Turmudzi:
Artinya
: “Hukuman bagi tukang sihir itu adalah dipenggal dengan pedang.” (HR.
Turmudzi)
Menurut
hadits yang diriwayatkan secara marfu’ oleh Ibnu Masud, perbuatan yang termasuk
sihir adalah memohon kekuatan pada alam; mempercayai bahwa benda-benda tertentu
dapat menolak dari gangguan pada diri; serta memalingkan hati perempuan supaya
menyukainya.
Namun di sisi lain, ada juga yang
berpendapat bahwa jika mempelajari sihir itu hanya sekadar ingin mengetahuinya
dan sebagai upaya menjaga diri, maka yang demikian itu tidak termasuk dalam
kategori haram. Pernyataan ini dianalogikan kepada orang-orang yang berusaha
mengetahui hakikat aliran-aliran sesat.
c. Membunuh Jiwa
Yang dimaksud membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah SWT dalam hadis di atas adalah membunuh seorang muslim
dengan sengaja, bukan karena suatu hukuman tertentu seperti qishas atau rajam.
Pembunuhan seperti ini termasuk juga
ke dalam bagian dari dosa-dosa besar yang dapat membinasakan para pelakunya.
Melalui upaya pembunuhan, sang pelaku telah menghilangkan rasa aman di
lingkungannya, menebar rasa takut, dan memutuskan ikatan persaudaraan sesama
manusia, khususnya di kalangan kaum muslimin. Bahkan Allah SWT mengisyaratkan
bahwa membunuh satu orang sama kedudukannya dengan membunuh semua orang.
Keterangan ini tercantum dalam ayat berikut.
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu
hukum) bagi Bani Israil, bahwa siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di
muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan siapa
saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada
mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,
kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas
dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (QS Al-Maidah [5]: 32)
Hukum ini, walaupun khitab-nya Bani
Israil, bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia
seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu bagaikan membunuh
manusia seluruhnya, karena orang-seorang itu adalah anggota masyarakat dan
karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya.
d. Memakan Riba
Memakan harta riba termasuk
kezaliman kepada orang lain. Orang yang memakan harta riba pada dasarnya telah
memerangi Allah dan Rasul-Nya, dan ia lebih pantas untuk mendapat siksa yang
abadi di neraka. Bagaimana tidak demikian, ketika orang lain berada dalam
kesulitan, kefakiran, pailit dalam ekonomi, padahal dalam kondisi apapun
seseorang didorong untuk mengeluarkan shadaqah, sementara pemakan riba demikian
asyiknya mempermainkan kemelaratan orang lain dengan menambah beban pembayaran
utang berlipat ganda dan dalam tempo yang terus-menerus.
Pada hakikatnya, riba itu dapat
menghanguskan harta kekayaan, menghilangkan nilai-nilai keberkahan, dan
mencabut rasa kasih sayang dari pribadi para pelakunya. Dengan demikian, dalam
riwayat lain, Rasulullah Saw melaknat praktik riba dengan berbagai faktor
pendorong dan pelakunya, baik yang memakan harta riba, yang menjadi penulis
dalam transaksinya maupun yang menjadi saksi dalam proses transaksi riba
tersebut.
Secara umum, Islam melarang keras
terhadap seseorang yang dalam usaha mencari rezekinya (ma‘isyah) dengan cara
yang haram, sedangkan transaksi ribawi termasuk ke dalamnya. Rasulullah Saw telah
bersabda, “Siapa saja yang daging (di tubuhnya) berkembang dari usaha yang
haram, maka api neraka lebih utama bagi dirinya”. (H.R. al-Hakim)
e. Memakan Harta Anak Yatim
Ketika seorang anak menjadi yatim,
karena ditinggal mati oleh orangtuanya, Islam menganjurkan agar kaum muslimin,
terutama kaum kerabatnya, dapat menjaga dan mengurus harta mereka yang
diperolehnya melalui proses pewarisan. Pengurusan harta anak yatim ini terus
berlangsung sampai usia anak ini menjadi dewasa sebagaimana dijelaskan dalam ayat
berikut.
Dan ujilah anak yatim itu sampai
mereka cukup umur untuk menikah (dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu
mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya. Dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanja¬kannya) sebelum mereka
dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan
diri (dari memakan harta anak yatim) dan siapa saja yang miskin, maka bolehlah
ia memakan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan
harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan
itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
(QS An-Nisa [4]: 6)
Tatkala seorang pengurus, terutama
bagi mereka yang serba berkecukupan, tidak mampu menjaga dirinya dari memakan
harta anak yatim, maka Allah SWT mengancam mereka dengan ancaman yang sangat
besar sesuai dengan ayat berikut :
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù't tAºuqøBr& 4yJ»tGuø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù't Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y$tR ( cöqn=óÁuyur #ZÏèy ÇÊÉÈ
“Sesungguhnya orang-orang
yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api
sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”
(QS An-Nisa [4]: 10)
f. Berpaling dari Barisan Perang
Yaitu seseorang
yang melarikan diri ketika kaum muslimin sedang memerangi orang-orang kafir.
Perbuatan ini termasuk dosa besar, termasuk tujuh perbuatan yang akan
membinasakan karena menimbulkan dua bahaya:
1. Akan menghancurkan semangat kaum muslimin
2. Orang-orang kafir semakin berani menekan kaum muslimin
Ketika kaum
muslimin sudah mulai terdesak, maka orang-orang kafir akan semakin berani
memerang kaum muslimin.
Barangsiapa
yang lari dari medan perang karena dua sebab ini, yaitu untuk
bergabung dengan batalyon lain. Contohnya ketika ada batalyon lain yang sedang
dikepung oleh musuh dan akan sangat berbahaya jika mereka dikuasai oleh musuh.
Maka ia bergerak (mundur) untuk membantunya, maka hal ini tidak apa-apa, karena
larinya menuju batalyon tersebut sangat menguntungkan.
Orang yang lari
dari medan perang dengan berbelok untuk (siasat) perang.
Contohnya seperti seorang mujtahid yang lari belok (mundur) untuk memperbaiki
senjata atau untuk memakai baju besinya dan lain-lain yang termasuk dalam
kepentingan berperang dan perbuatan ini tidak apa-apa.
g. Menuduh Berzina Kepada Mukminat
Menuduh
berzina kepada wanita yang menjaga kehormatan dan wanita itu adalah orang yang
terjaga keimanannya yaitu menuduh berzina wanita yang baik-baik, yang
lurus, yang telah berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang beriman.
Predikat-predikat tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat. Dan pada
hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga kesucian,
menikah, dan berstatus merdeka.
Dalam
surat an-Nur ayat 4 Allah melarang menuduh berzina seorang wanita yang
baik-baik, dan menjelaskan sanksi hukuman atas perbuatan ini,
yaitu:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBöt ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù't Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ wur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
“dan orang-orang
yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
Disebutkan dalam Shahih Muslim dengan
Syarah an-Nawawi jilid II halaman 86, seorang ulama ahli tafsir Imam
Abul Hasan al-Wahidiy dan lainnya mengatakan : "Menurut pendapat yang shahih
; batasan dosa besar itu tidak diketahui secara pasti. Bahkan di dalam syari’at
ada beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa besar,
dan ada juga beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa
kecil, dan ada beberapa jenis perbuatan maksiat lainnya tanpa ada penjelasan.
Artinya, ini mencakup dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil. Hikmah dari tidak
adanya penjelasan tersebut ialah, supaya seseorang tetap menahan diri jangan
sampai melakukan semuanya, karena dikhawatirkan jangan-jangan hal itu termasuk
dosa-dosa besar." Menurut mereka, ini sama dengan masalah disembunyikannya
kapan terjadinya lailatul qadar, saat-saat istimewa pada hari jum’at, saat-saat
terkabulnya do’a pada malam hari, nama Allah yang agung, dan hal-hal lain yang
bersifat samar.
3. Intisari
/ Kandungan Hadits
a.
Perbuatan
dosa yang dapat membinasakan diri dan orang lain harus senantiasa dihindari dan
dijauhi.
b.
Manusia
dilarang untuk menyekutukan Allah Swt. Dengan sesuatu apapun, karena hal itu
akan membinasakan diri baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
c.
Sihir
dan tenung merupakan perbuatan terlarang karena perbuatan tersebut adalah
bersekongkol dan jin dan syetan.
d.
Jiwa
seseorang apalgi Muslim harus senantiasa dijaga dan haram hukumnya untuk
mengambil nyawa orang lain tanpa alasan yang haq.
e.
Kita
dilarang untuk memakan harta riba dan harta anak yatim yang ada dalam
tanggungan kita dan berada dalam pengasuhan kita.
f.
Setiap
umat Islam dicela oleh Allah dan Rasul-Nya bagi siapapun yang melarikan diri
dari peperangan atau ia keluar dari barisan perang karena merasa takut akan
kematian.
g.
Menuduh
berzina kepada seorang muslimah dan mukminah adalah perbuatan yang amat
dilarang oleh baginda Nabi.
h.
Setiap
perbuatan dosa dan hal-hal yang telah jelas dilarang dalam agama akan membinasakan
kehidupan kita dan akan membawa kita pada jalan kerugian dan penyesalan.
BAB III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Dosa-dosa besar
merupakan segala larangan yang berasal dari Allah maupun Rasul-Nya. Dosa-dosa
besar sangat banyak jumlahnya, diantaranya: syirik, durhaka terhadap kedua
orang tua, membunuh jiwa tanpa hak, saksi palsu, sihir, menuduh mukminat
berzina, membunuh anak karena takut miskin, memakan harta anak yatim, memakan
harta riba, lari dari medan perang, berzina dengan istri tentang dan lainnya.
Dosa-dosa besar
di atas yang merupakan dosa dan kezhaliman yang paling besar serta yang paling
berat hukumannya, yaitu syirik. Allah telah mengharamkan surga bagi orang yang
menyekutukan-Nya dan telah disiapkan baginya neraka sebagai tempat kembali.
Sesungguhnya tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.
Selain itu,
durhaka terhadap orang tua juga merupakan dosa besar dan termasuk dosa yang
membinasakan. Sudah sepatutnya kita harus taat terhadap keduanya sesuai dengan
syariat Islam.
Banyak lagi
dosa-dosa besar yang harus dihindari, karena berakibat buruk dan dapat
membinasakan diri sendiri juga orang lain selain yang telah disebutkan di atas.
Setiap orang Islam yang beriman wajib menghindarkan diri dari dosa-dosa besar
tersebut, agar tidak mendapat laknat dari-Nya. Karena Allah menjanjikan
surga-Nya untuk orang-orang yang menhindarkan diri dari padanya dan Allah
menghadiahkan neraka-Nya untuk orang-orang yang mengerjakannya.
Muhammad Abdul Aziz al-Khauli
mendefinisikan dosa besar sebagai dosa yang memiliki kemudharatan yang sangat
besar dan pengaruh negatifnya di masyarakat sangat besar pula. Hal demikian
disebabkan karena mafsadat dan ancamannya yang sangat besar terhadap dosa-dosa
tersebut. (Al-Khauli, tt: 112)
Jika kita mengacu kepada berbagai
definisi di atas, maka yang termasuk dosa-dosa besar itu sangat banyak
jumlahnya. Dengan demikian, tujuh dosa yang membinasakan sesuai dengan sabda
Rasul di atas bukan sebagai pembatas bagi dosa-dosa besar tersebut. Tetapi hal
itu disampaikan oleh Rasulullah sebagai bentuk perhatiannya yang sangat besar
terhadap umatnya agar tidak terjerumus kepada dosa-dosa besar lain yang
mafsadat, hukuman, dan ancamannya seperti ketujuh dosa di atas.
Namun demikian, dari sekian banyak
dosa yang tergolong kepada dosa-dosa besar, dosa musyrik menempati urutan
paling atas (yang terbesar) dari dosa-dosa besar lainnya. Adapun dosa-dosa
besar lainnya yang tidak tercantum dalam hadis di atas, tetapi menjadi kriteria
dosa besar dalam hadis yang lain, di antaranya adalah durhaka terhadap
orangtua, membunuh anak karena kekhawatiran menambah kemiskinan, persaksian
palsu atau dusta, khianat dalam perkara ghanimah, zina, mencuri, meminum
minuman keras, memisahkan diri dari al-jama’ah, menebar fitnah, melanggar
bai’at, dan tidak membersihkan air kencing.
B. SARAN
Para ulama (semoga Allah
merahmati mereka) berpendapat, "Melakukan dosa kecil secara
terus menerus dapat mengakibatkannya menjadi dosa besar". Diriwayatkan
dari Amru Ibnul Ash, Abdulah Ibnu Abbas, dan lainnya, "Tidak ada dosa
besar sama sekali dengan (melakukan) istighfar, dan tidak ada dosa kecil sama
sekali dengan terus menerus melakukannya." Artinya, bahwa dosa besar
itu bisa terhapus dengan memohon ampunan kepada Allah U, dan dosa kecil itu
bisa berubah menjadi dosa besar jika dilakukan terus menerus tanpa istighfar.
Ada juga yang berpendapat, "Yang
dimaksud dengan terus menerus melakukan dosa kecil ialah melakukannya secara
berulang-ulang, karena orang yang bersangkutan tidak memiliki rasa kepedulian
yang besar terhadap agama."
Adapun al-Imam Abu Amr ash-Shalah
dalam fatwa-fatwanya mengatakan : "Dosa besar itu memiliki
tanda-tanda, antara lain ; menuntut pemberlakuan sanksi hukuman atau hadd,
diancam dengan siksa neraka dan lain sebagainya dalam al-Qur’an maupun
as-Sunnah, sementara orang yang melakukannya disebut fasik."
Daftar Pustaka
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam,
Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000 masehi
Al-Minhaj syarh Sohih Muslim, Imam Nawawi, Dar
Al-Ma’rifah
Jami Al-‘Ulum wa Al-Hikam, Ibnu Rojab, tahqiq
Al-Arnauth
Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm,
cetakan pertama
Silsilah Al-Ahadits As-Sohihah, Syaikh Al-Albani
Tazkiyatun Nufus, Ahmad Farid
Materi Hadits Tentang Islam, Hukum, Ekonomi, Sosial
dan Lingkungan., Dra. Oneng Nurul Badriyah M.Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar